Ditambah dengan didikan yang keras dari seorang ayah dan dibesarkan dalam kelaparan dan penderitaan, telah menjadikannya legenda yang nyaris sempurna untuk seorang pelukis, sehingga dia-pun dianggap sebagai salah satu maestro senirupa Indonesia.
Bersama Affandi, Nashar diajar melukis cepat dengan merekam objek seketika. Affandi juga mengajarkan bagaimana melukis objek keseharian. Sejak itu, Nashar kemudian melukis apa saja, kapan saja dan di mana saja. Buku sketsa tak pernah lepas dari tangannya.
Belajar dari para maestro, Nashar kemudian mengembangkan pendekatannya sendiri. Walau percaya bahwa teori tetap perlu diajarkan di akademi, namun dalam melukis Nashar tak berteori. Bagi Nashar, teori baginya tak menjelaskan soal jiwa pelukisnya. Nashar mengembangkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghasilkan karya yang imajinatif. Dengan mendekonstruksi teori seni lukis bahkan sejak dia mulai menggoresan kuas pertamanya.
Nashar pernah mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ), namun kemudian dia mengundurkan diri dari lembaga itu karena perbedaan pandangan mengenai sistem pendidikan bagi siswa senirupa. Dia menolak sistem akademis yang dilaksanakan LPKJ. Dia seorang pengajar yang suka bergaul langsung dan menggambar bersama dengan siswa-siswanya, sehingga ia dianggap sebagai pengajar yang simpatik. Bagi Nashar, teori yang diajarkan di akademi senirupa tak begitu penting, meski teori boleh saja diajarkan pada siswa. Baginya aspek penjiwaan dalam diri seorang pelukis jauh lebih penting bagi seorang siswa yang mau mendalami senirupa.
Lukisan Nashar merupakan ungkapan perasaan pelukisnya pada kemurnian bentuk-bentuk yang bebas dari representasi alam atau objek-objek apapun. Nashar menghadirkan perasaan murni itu lewat irama garis, bentuk-bentuk, warna ataupun ruang. Dalam lukisannya, irama-irama itu memancarkan perasaannya yang mengalir sunyi. Akan tetapi di dalamya juga ada energi yang berombak, lewat getaran-getaran nuansa tekstur warna cerah yang berfungsi menghadirkan bentuk-bentuk abstrak itu.
Nashar pernah mengadakan pameran tunggal di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada tanggal 22 sampai 28 Februari 1973 dengan menampilkan empat puluh buah karya-karya lukisannya yang baru dan yang lama.
Sikapnya yang konsisten dalam seni lukis tercermin saat Nashar tak merasa terganggu bila lukisan-lukisan yang dipamerkan tak laku terjual. Dan Nashar punya alasan yang kuat untuk menerima resiko itu. Baru menjelang tahun 2000, lukisan Nashar mulai dilirik orang, dan balai lelang mulai melelangnya dengan antusias. Harga-harga lukisan Nashar pun jauh dari bayangan dan kehidupan Nashar yang dulu begitu akrab dengan penderitaa dan kemiskinan. Namun sayangnya, ketika nilai harga lukisannya itu sudah melambung tinggi, sang maestro sudah tidak ada lagi. Hanya meninggalkan jejak-jejak karyanya di tangan kolektor, atau pun di keluarga.
" Alam " karya Nashar, 134 cm x 94 cm, Acrylic on canvas, 1977
" Anak " karya Nashar, oil on canvas, 1964
" Babi " karya Nashar, 95 cm x 64 cm, Acrylic on canvas, 1972
" Drama " karya Nashar, 63cm x 87 cm, Acrylic on canvas, 1991
" Golek " karya Nashar, 95 cm x 65 cm, Acrylic on canvas, 1971
" Halaman Rumah " karya Nashar, Acrylic on canvas, 1970-1980
" Irama Gerak " karya Nashar, 93 cm x 64 cm, Acrylic on canvas, 1983
" Kepala Lembu " karya Nashar, Watercolor on paper , 56,5 cm x 42 cm, 1949
" Ketidakbulatan Merah dan Biru " karya Nashar, 137 cm x 88 cm, Acrylic on canvas, 1977
" Larut Malam " karya Nashar, 137 cm x 88 cm, Acrylic on canvas, 1977
" Menuju Matahari " karya Nashar, 66cm x 100 cm, Acrylic on canvas, 1987
" Model Bertiga " karya Nashar, 139 cm x 89 cm, Acrylic on canvas, 1975
" Perahu " karya Nashar, 46 cm x 43 cm, Acrylic on canvas, 1975
" Renungan Malam " karya Nashar, Acrylic on canvas
" Renungan Malam Mei 78 " karya Nashar, 136 cm x 88 cm, Acrylic on canvas, 1978
" Tiga Naga " karya Nashar, 138 cm x 89 cm, Acrylic on canvas, 1974
" Unknown (Nashar 3) " karya Nashar, Acrylic on canvas, 1974
" Unknown (Nashar 4) " karya Nashar, Acrylic on canvas, 1993
" Unknown " karya Nashar, Acrylic on canvas, 1990-1993
0 komentar:
Post a Comment